Wednesday, November 1, 2017

Baby Breath




Hari ini tepat seminggu setelah kakakku meninggal. Sedih ? Hanya sedikit. Kalian boleh menganggapku orang yang tidak berperasaan, aku tidak peduli. Mungkin hatiku sudah terlalu kebal untuk ditinggalkan. Terlebih lagi selama kakakku hidup, aku merasa tertekan dengan keberadaannya.

Siapa yang tidak tertekan jika kau harus hidup dengan seorang kakak yang keterbelakangan mental ? Seorang kakak yang seharusnya menjadi pelindung setelah orang tua kami tidak ada, malah bertingkah tak ubahnya bocah lima tahun. Apalagi setiap hari aku harus menerima ejekan yang dilontarkan oleh teman-temanku di sekolah. Sungguh aku merasa lelah dengan ini semua.


Ah, aku hampir lupa, hari ini aku ada janji dengan Ibu Ran. Dia wanita baik hati yang mau menerima kakakku bekerja di toko bunga miliknya. Semoga saja Ibu Ran mengajakku bertemu bukan karena kakakku pernah melakukan kekacauan di toko bunganya. Aku sudah sering kali harus bertanggung jawab akibat kekacauan yang dibuat oleh kakakku yang bodoh itu.

=ooOoo=

            Aku sampai di toko bunga dan langsung disambut dengan ramah oleh Ibu Ran. Dia mempersilakan aku duduk di bangku panjang yang ada di dalam toko, kemudian menghilang ke belakang. Tak lama Ibu Ran kembali dengan membawa bunga baby breath yang ditanam di kaleng bekas. Terlihat beberapa bagian kaleng itu sudah mulai berkarat.

            “Ini ditanam oleh kakakmu. Dia merawatnya dengan sangat baik. Katanya akan diberikan saat kau berulang tahun.”

            Aku diam saja mendengar perkataan Ibu Ran. Ada getaran aneh dalam hatiku.

            “Aeri, apa kau tahu arti bunga baby breath ?” Aku menggelengkan kepala.

        “Bunga ini melambangkan cinta yang abadi, kemurnian dan ketulusan. Walau mungkin kakakmu tidak pernah tahu arti bunga ini, tapi bunga ini benar-benar menggambarkan perasaannya sebagai kakak kepadamu.”

            Aku masih terdiam. Entah mengapa hatiku semakin bergetar mendengar perkataan Ibu Ran.

         “Aku tahu, selama ini kau merasa tertekan dengan keberadaan kakakmu. Tapi, tahukah kau Aeri, kalau kakakmu sangat menyayangi dan bangga padamu ? Dia akan bercerita sepanjang hari tentangmu ketika kau meraih peringkat satu di sekolah dan menyalahkan dirinya saat kau sedih atau marah.”

            “Kau tahu, apa yang menyebabkan kakakmu dipukuli oleh preman hingga…,” Ibu Ran tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. “Dia mempertahankan uang gajian yang kuberikan hari itu. Dia ingin membelikan makanan enak untukmu. Aku tahu, kau tidak suka dengan kakakmu, Aeri. Tapi, biar bagaimanapun, baginya kau adalah segalanya. Dia menyayangimu dengan segala keterbatasan yang dia punya.”
 
            Aku merasa mataku memanas. Aku membayangkan bagaimana bisa dia menahan pukulan-pukulan menyakitkan itu hanya demi aku ? Betapa bodohnya dia !

            Aku letakkan bunga baby breath di keranjang sepeda dan segera pamit pulang. Kukayuh sepeda secepat yang kubisa. Aku ingin segera sampai di rumah, dadaku sudah terasa sesak dan sebentar lagi air mataku bisa saja tumpah.

=ooOoo=

            Kubuka pintu kamar kakakku yang selama ini tidak pernah kumasuki. Bunga baby breath kuletakkan di meja yang ada di dekat jendela. Kamar ini cukup berantakan, beberapa kertas berserakan. Kupunguti satu per satu kertas itu yang isinya hasil latihan kakakku menulis. Ada lagi gambar keluarga khas anak-anak bertuliskan AYAH, IBU, KAKAK, ADIK.

            Aku tersenyum miris melihat itu semua. Betapa selama ini aku tidak menaruh perhatian padanya. Aku terlalu sibuk dengan diri sendiri, sibuk meruntukki nasib yang menyesakkan.

            Merasa lelah setelah membereskam kamar, aku memilih merebahkan tubuh di kasur. Sejenak kupejamkan mata. Mengingat beberapa kenangan yang pernah aku lalui ketika keluargaku masih lengkap. Saat kembali membuka mata, selembar kertas di langit-langit kamar membuat mataku memanas seketika.

            Menyiapkan sarapan untuk Aeri
            Bangunkan Aeri pelan-pelan

            Aku tidak bisa membaca tulisan berikutnya. Pandanganku sudah kabur karena air mata. Kakakku, orang yang sering kusebut bodoh, idiot dan tidak berguna, hal yang pertama kali dia ingat ketika membuka matanya adalah aku. Dia berusaha sekeras itu untuk menyayangiku.

            Masih jelas diingatanku saat dia mengetuk pintu kamarku dengan pelan dan takut saat membangunkanku. Kemudian tersenyum dengan sangat lebar sampai membuat mata kirinya berkedut. Selalu seperti itu setiap harinya, tidak peduli walau selalu aku abaikan atau tanggapi dengan sinis. Dia yang akan berulang kali mengucapkan maaf sepanjang hari ketika melakukan kesalahan.

            Aku tenggelam dalam tangis. Betapa selama ini aku menjadi adik yang kejam dan tak tahu diri. Sebenarnya akulah yang bodoh selama ini, tidak menyadari betapa tulus dan besar kasih sayangnya untukku.

            Kupandangi bunga baby breath yang bergoyang tertiup angin yang berhembus lembut. Sekarang, rasa sesal terasa menyesakkan di  dadaku.

            “Maafkan aku, Kak.”

Baby Breath menjadi fiksi mini terpilih dalam lomba Fiksi Mini dengan tema Kisah dalam Buket (Jejak Publisher, 2017)

No comments:

Post a Comment