Hari ini tepat seminggu setelah kakakku meninggal.
Sedih ? Hanya sedikit. Kalian boleh menganggapku orang yang tidak berperasaan,
aku tidak peduli. Mungkin hatiku sudah terlalu kebal untuk ditinggalkan.
Terlebih lagi selama kakakku hidup, aku merasa tertekan dengan keberadaannya.
Siapa yang tidak tertekan jika kau harus hidup
dengan seorang kakak yang keterbelakangan mental ? Seorang kakak yang
seharusnya menjadi pelindung setelah orang tua kami tidak ada, malah bertingkah
tak ubahnya bocah lima tahun. Apalagi setiap hari aku harus menerima ejekan
yang dilontarkan oleh teman-temanku di sekolah. Sungguh aku merasa lelah dengan
ini semua.
Ah, aku hampir lupa, hari ini aku ada janji dengan
Ibu Ran. Dia wanita baik hati yang mau menerima kakakku bekerja di toko bunga
miliknya. Semoga saja Ibu Ran mengajakku bertemu bukan karena kakakku pernah
melakukan kekacauan di toko bunganya. Aku sudah sering kali harus bertanggung
jawab akibat kekacauan yang dibuat oleh kakakku yang bodoh itu.
=ooOoo=
Aku sampai di toko bunga dan
langsung disambut dengan ramah oleh Ibu Ran. Dia mempersilakan aku duduk di
bangku panjang yang ada di dalam toko, kemudian menghilang ke belakang. Tak
lama Ibu Ran kembali dengan membawa bunga baby breath yang ditanam di kaleng
bekas. Terlihat beberapa bagian kaleng itu sudah mulai berkarat.
“Ini ditanam oleh kakakmu. Dia
merawatnya dengan sangat baik. Katanya akan diberikan saat kau berulang tahun.”
Aku diam saja mendengar perkataan
Ibu Ran. Ada getaran aneh dalam hatiku.
“Aeri, apa kau tahu arti bunga baby
breath ?” Aku menggelengkan kepala.
“Bunga ini melambangkan cinta yang
abadi, kemurnian dan ketulusan. Walau mungkin kakakmu tidak pernah tahu arti
bunga ini, tapi bunga ini benar-benar menggambarkan perasaannya sebagai kakak
kepadamu.”
Aku masih terdiam. Entah mengapa
hatiku semakin bergetar mendengar perkataan Ibu Ran.
“Aku tahu, selama ini kau merasa
tertekan dengan keberadaan kakakmu. Tapi, tahukah kau Aeri, kalau kakakmu
sangat menyayangi dan bangga padamu ? Dia akan bercerita sepanjang hari
tentangmu ketika kau meraih peringkat satu di sekolah dan menyalahkan dirinya
saat kau sedih atau marah.”
“Kau tahu, apa yang menyebabkan
kakakmu dipukuli oleh preman hingga…,” Ibu Ran tidak sanggup melanjutkan
kalimatnya. “Dia mempertahankan uang gajian yang
kuberikan hari itu. Dia ingin membelikan makanan enak untukmu. Aku tahu, kau
tidak suka dengan kakakmu, Aeri. Tapi, biar bagaimanapun, baginya kau adalah
segalanya. Dia menyayangimu dengan segala keterbatasan yang dia punya.”
Aku merasa mataku memanas. Aku
membayangkan bagaimana bisa dia menahan pukulan-pukulan menyakitkan itu hanya
demi aku ? Betapa bodohnya dia !
Aku letakkan bunga baby breath di
keranjang sepeda dan segera pamit pulang. Kukayuh sepeda secepat yang kubisa.
Aku ingin segera sampai di rumah, dadaku sudah terasa sesak dan sebentar lagi
air mataku bisa saja tumpah.
=ooOoo=
Kubuka pintu kamar kakakku yang
selama ini tidak pernah kumasuki. Bunga baby breath kuletakkan di meja yang ada
di dekat jendela. Kamar ini cukup berantakan, beberapa kertas berserakan.
Kupunguti satu per satu kertas itu yang isinya hasil latihan kakakku menulis.
Ada lagi gambar keluarga khas anak-anak bertuliskan AYAH, IBU, KAKAK, ADIK.
Aku tersenyum miris melihat itu
semua. Betapa selama ini aku tidak menaruh perhatian padanya. Aku terlalu sibuk
dengan diri sendiri, sibuk meruntukki nasib yang menyesakkan.
Merasa lelah setelah membereskam
kamar, aku memilih merebahkan tubuh di kasur. Sejenak kupejamkan mata.
Mengingat beberapa kenangan yang pernah aku lalui ketika keluargaku masih
lengkap. Saat kembali membuka mata, selembar kertas di langit-langit kamar
membuat mataku memanas seketika.
Menyiapkan
sarapan untuk Aeri
Bangunkan Aeri pelan-pelan
Aku tidak bisa membaca tulisan
berikutnya. Pandanganku sudah kabur karena air mata. Kakakku, orang yang sering
kusebut bodoh, idiot dan tidak berguna, hal yang pertama kali dia ingat ketika
membuka matanya adalah aku. Dia berusaha sekeras itu untuk menyayangiku.
Masih jelas diingatanku saat dia
mengetuk pintu kamarku dengan pelan dan takut saat membangunkanku. Kemudian
tersenyum dengan sangat lebar sampai membuat mata kirinya berkedut. Selalu
seperti itu setiap harinya, tidak peduli walau selalu aku abaikan atau tanggapi
dengan sinis. Dia yang akan berulang kali mengucapkan maaf sepanjang hari
ketika melakukan kesalahan.
Aku tenggelam dalam tangis. Betapa
selama ini aku menjadi adik yang kejam dan tak tahu diri. Sebenarnya akulah
yang bodoh selama ini, tidak menyadari betapa tulus dan besar kasih sayangnya untukku.
Kupandangi bunga baby breath yang
bergoyang tertiup angin yang berhembus lembut. Sekarang, rasa sesal terasa
menyesakkan di dadaku.
“Maafkan aku, Kak.”
Baby Breath menjadi fiksi mini terpilih dalam lomba Fiksi Mini dengan tema Kisah dalam Buket (Jejak Publisher, 2017)
No comments:
Post a Comment